Purwakarta, 11 Juli 2025 — Turnamen sepak bola usia dini sejatinya adalah ruang pembinaan karakter dan fisik jangka panjang. Namun realitas di lapangan sering kali menunjukkan sebaliknya. Salah satu contoh paling nyata adalah penyelenggaraan Piala Soeratin U-13 Kabupaten Purwakarta 2025, yang memperlihatkan jadwal pertandingan sangat padat, minim pemulihan, dan nyaris tanpa jeda bagi atlet usia 13 tahun.
Sebagai pelatih fisik Sekolah Sepak bola Gempur dan pengembang performa atlet muda bersertifikasi International Universities Strength and Conditioning Association (IUSCA), saya merasa terpanggil untuk menyampaikan evaluasi kritis dan ilmiah terhadap format kompetisi seperti ini. Tidak hanya karena berdampak pada performa tim, tetapi karena ini menyangkut keselamatan, kesehatan jangka panjang, serta masa depan sepak bola usia dini di Indonesia.
Dalam turnamen ini, sebuah tim dapat memainkan hingga lima hingga enam pertandingan dalam waktu kurang dari satu minggu, dengan durasi pertandingan 2 x 25 menit (total 50 menit waktu efektif). Rinciannya:
Tiga hari berturut-turut pertandingan di fase grup
Disusul babak 8 besar, semifinal, dan final
Tanpa hari istirahat penuh di antara laga
Jika hal ini diberlakukan kepada pemain profesional sekalipun, itu sudah tergolong ekstrem. Maka bayangkan dampaknya jika format seperti ini diterapkan pada anak usia 12–13 tahun, yang sistem otot, saraf, dan daya tahan tubuhnya masih dalam masa pertumbuhan.
Menurut Sanchez-Sanchez et al. (2019), pemain U12 yang bermain dalam turnamen padat mengalami:
Penurunan signifikan dalam kecepatan sprint
Menurunnya kualitas teknis permainan
Peningkatan risiko cedera otot dan kelelahan akut
Penelitian oleh Mortatti et al. (2022) menunjukkan bahwa jadwal pertandingan padat menurunkan kadar SIgA (Salivary Immunoglobulin A), antibodi alami dalam sistem imun tubuh. Dampaknya:
Anak lebih rentan terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
Proses pemulihan otot dan sistem kekebalan menjadi lambat
Risiko kelelahan kronis meningkat meskipun tanpa cedera fisik yang terlihat
American Academy of Pediatrics (2016) menekankan bahwa anak-anak yang tidak diberi minimal 48 jam istirahat antar pertandingan berisiko mengalami:
Cedera overuse (akumulasi tekanan berulang tanpa pemulihan)
Overtraining syndrome
Burnout psikologis, bahkan trauma jangka panjang terhadap olahraga
Coach Wildan:
“Kami sangat bangga dengan semangat dan disiplin anak-anak. Tapi secara fisik, mereka benar-benar terkuras. Di usia 13 tahun, ini bukan hal sepele. Harusnya ada regulasi yang melindungi pemulihan dan kesehatan mereka.”
Coach Cece:
“Kami menyaksikan sendiri bagaimana performa anak-anak menurun drastis di semifinal. Mereka bukan kalah karena kurang skill, tapi karena fisik yang sudah kelelahan luar biasa. Ini jadi bahan evaluasi penting untuk semua pihak.”
Aspek Terdampak | Dampak Ilmiah |
---|---|
Sistem otot dan tulang | Cedera otot, ligamen, dan sendi karena akumulasi beban dan pemulihan yang buruk |
Sistem saraf pusat | Penurunan konsentrasi, refleks, dan koordinasi motorik |
Sistem imun tubuh | Penurunan SIgA, rentan terhadap flu, ISPA, dan infeksi ringan lainnya |
Psikologis dan emosional | Stres tinggi, kecemasan, burnout dini, hingga trauma terhadap olahraga |
Minimal 1 hari istirahat penuh setiap 2 pertandingan
Maksimal 4 pertandingan dalam 7 hari untuk kelompok usia di bawah 14 tahun
Terapkan sistem rotasi pemain dan batas durasi bermain per individu
Wajibkan sesi pendinginan (cool-down) dan pemulihan aktif pasca pertandingan
Libatkan pelatih strength & conditioning bersertifikasi dalam perencanaan turnamen
Terapkan prinsip Long-Term Athlete Development (LTAD) dalam sistem pembinaan jangka panjang
Jika turnamen usia dini hanya mengejar siapa juara hari ini, maka kita sedang mengorbankan masa depan anak-anak kita. Sepak bola bukan hanya tentang hasil instan, tetapi tentang proses pembinaan yang sehat secara fisik dan mental.
Kita tidak sedang mencetak juara masa depan, tapi bisa saja tanpa sadar menciptakan cedera masa kecil, kelelahan psikologis, bahkan kehilangan motivasi bermain di usia belia.
Piala Soeratin U-13 Purwakarta 2025 telah menunjukkan tingginya semangat dan antusiasme dalam sepak bola usia dini. Namun semangat ini harus dibarengi dengan tanggung jawab dan kesadaran untuk menjaga keselamatan dan kesehatan para atlet muda.
Saya mengajak seluruh pihak—panitia, pelatih, pengurus PSSI, orang tua, dan pemerhati olahraga—untuk menjadikan ini sebagai bahan evaluasi bersama. Mari kita dorong lahirnya regulasi yang berpihak pada pemulihan, keselamatan, dan kualitas pembinaan usia dini.
Brenner, J. S., & Council on Sports Medicine and Fitness. (2016). Overuse injuries, overtraining, and burnout in child and adolescent athletes. Pediatrics, 138(3), e20162148.
Mortatti, A. L., de Oliveira, R. S. C., de Lima Pinto, J. C. B., Galvão-Coelho, N. L., de Almeida, R. N., Aoki, M. S., & Moreira, A. (2022). A congested match schedule alters internal match load and affects salivary immunoglobulin A concentration in youth soccer players. Journal of Strength and Conditioning Research, 36(3), 718–723.
Sanchez-Sanchez, J., Sanchez, M., Hernandez, D., Ramirez-Campillo, R., Martínez, C., & Nakamura, F. Y. (2019). Fatigue in U12 soccer-7 players during repeated 1-day tournament games—A pilot study. Journal of Strength and Conditioning Research, 33(10), 2782–2787.
Bangkit. Bertanding. Berprestasi.
Dari Purwakarta untuk masa depan sepak bola Indonesia.
Ditulis oleh:
Raiina Disma Prana
Strength & Conditioning Coach, Yayasan Gempur
International Universities Strength and Conditioning Association (IUSCA)
raiinaprana13@gmail.com